Melayu Oblong "melo" Slideshow: Wak’s trip from Pekanbaru, Sumatra, Indonesia to Riau was created by TripAdvisor. See another Riau slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Senin, 21 Maret 2011

Tentang Penggunaan Kata Ganti Orang : Beta (Saya)

Alasan kami menuliskan ini, disebabkan membaca sebuah status seorang sahabat, dari situs jejaring sosial Facebook. Dalam status tersebut, sahabat kami seakan kesal tentang sebuah perkembangan penggunaan kata. Kira-kira seperti ini tulisan dalam status tersebut :

"Dalam tradisi Melayu, kata "Beta" merupakan kata ganti yang digunakan di kalangan bangsawan dan kerajaan, tapi di Indonesia sekarang, kata ini dipersempit seakan2 itu adalah kata dari Indonesia Timur saja. Ini jelas2 pengkisan wawasan..."

Setelah membaca tentu saja kami mengklik "like/ menyukai" status tersebut, tapi kemudian kami berfikir.. Oh iya ya, kenapa kita tidak menyadari hal itu ? Dari situ saya pun mulai mencari apa sebab hal itu bisa terjadi, mengapa sebuah kata yang dahulu sangat akrab ditelinga masyarakat Melayu khususnya Melayu Indonesia, ternyata kini menjadi bahasa sehari-hari di suatu tempat di belahan Indonesia Timur. Mungkin bukan hanya kami saja yang menimbulkan pertanyaan ini, mungkin pembaca juga baru menyadari bukan ?

Dari permasalahan soal darimana asal mula penggunaan kata tersebut, timbul rasa ingin tahu kami untuk mencari data-data yang kami anggap bisa menjadi sedikit pembuktian untuk pengetahuan kita bersama. Tentu saja kami tidak lantas meng-copy paste sumber-sumber tersebut, tapi juga membandingkan dengan sumber-sumber lain sehingga bisa didapat sebuah kesimpulan.

Tanah asal-usul penutur bahasa Melayu :
Ada tiga teori yang dikemukakan tentang asal-usul penutur bahasa Melayu (atau bentuk awalnya sebagai anggota bahasa-bahasa Dayak Malayik). 1) Kern (1888) beranggapan bahwa tanah asal penutur adalah dari Semenanjung Malaya dan menolak Borneo sebagai tanah asal. Teori ini sempat diterima cukup lama (karena sejalan dengan teori migrasi dari Asia Tenggara daratan) hingga akhirnya pada akhir abad ke-20 bukti-bukti linguistik dan sejarah menyangkal hal ini 2) (Adelaar, 1988; Belwood, 1993) dan teori asal dari Sumatera yang menguat, berdasarkan bukti-bukti tulisan. 3) Hudson (1970) melontarkan teori asal dari Kalimantan, berdasarkan kemiripan bahasa Dayak Malayik (dituturkan orang-orang Dayak berbahasa Melayu) dengan bahasa Melayu Kuna, penuturnya yang hidup di pedalaman, dan karakter kosa kata yang konservatif.

Bahasa Melayu sangat bervariasi. Penyebab yang utama adalah tidak adanya institusi yang memiliki kekuatan untuk mengatur pembakuannya. Kerajaan-kerajaan Melayu hanya memiliki kekuatan regulasi sebatas wilayah kekuasaannya, padahal bahasa Melayu dipakai oleh orang-orang jauh di luar batas kekuasaan mereka. Akibatnya muncul berbagai dialek (geografis) maupun sosiolek (dialek sosial). Pemakaian bahasa ini oleh masyarakat berlatar belakang etnik lain juga memunculkan berbagai varian kreol di mana-mana, yang masih dipakai hingga sekarang. Bahasa Betawi, suatu bentuk kreol, bahkan sekarang mulai mempengaruhi secara kuat bahasa Indonesia akibat penggunaannya oleh kalangan muda Jakarta dan dipakai secara meluas di program-program hiburan televisi nasional.

Pengelompokan Penggunaan Bahasa Melayu :
Ada kesulitan dalam mengelompokkan bahasa-bahasa Melayu. Sebagaimana beberapa bahasa di Nusantara, tidak ada batas tegas antara satu varian dengan varian lain yang penuturnya bersebelahan secara geografis. Perubahan dialek seringkali bersifat bertahap. Untuk kemudahan, biasanya dilakukan pengelompokan varian sebagai berikut:
  1. Bahasa-bahasa Melayu Tempatan (Lokal).
  2. Bahasa-bahasa Melayu Kerabat (Paramelayu, Paramalay = Melayu "tidak penuh").
  3. Bahasa-bahasa kreol (bukan suku/penduduk melayu) berdasarkan bahasa Melayu.
Jumlah penutur bahasa Melayu di Indonesia sangat banyak, bahkan dari segi jumlah melampaui jumlah penutur bahasa Melayu di Malaysia maupun di Brunei Darussalam. Bahasa Melayu dituturkan mulai sepanjang pantai timur Sumatera, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu hingga pesisir Pulau Borneo dan kota Negara, Bali.

Dari ketiga kelompok penggunaan dialek bahasa Melayu diatas, kemudian di pisah-pisahkan lagi menurut daerahnya masing. Untuk poin 1 dan 2, dialek bahasa Melayu yang memang dipergunakan oleh orang-orang maupun suku asli tempatan. Dan khusus pada poin ke-3, penggunaan dialek bahasa Melayu hanyalah merupakan pengaruh yang sengaja dibawa ke daerah tersebut. Karena kita ketahui bersama pula, bahwasanya Bahasa Melayu merupakan lingua franca bagi perdagangan dan hubungan politik di Nusantara pada masa pra-kolonial. Migrasi kemudian juga turut memperluas pemakaiannya. Diantara daerah-daerah yang terpengaruh dalam penggunaan Bahasa Melayu Kreol ;
  • Dialek Melayu Jakarta bahasa Betawi : dituturkan di Jakarta dan sekitarnya
  • Dialek Melayu Peranakan: banyak dituturkan oleh kalangan orang Tionghoa di pesisir Jawa Timur dan Jawa Tengah.
  • Dialek Melayu Manado (bahasa Manado): dipakai sebagai lingua franca di Sulawesi Utara
  • Dialek Melayu Maluku Utara (max): dipakai di hampir seluruh Maluku Utara
  • Dialek Melayu Bacan (btj): dipakai di kawasan pulau Bacan, Maluku Utara
  • Dialek Melayu Ambon : dipakai sebagai bahasa ibu bagi warga kota Ambon, dan bahasa kedua bagi warga sekitarnya
  • Dialek Melayu Banda : berbeda dengan Melayu Ambon, dan digunakan di kawasan Kepulauan Banda, Maluku
  • Dialek Melayu Larantuka : dipakai di kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur
  • Dialek Melayu Kupang : menjadi lingua franca di wilayah Kupang dan sebagian Pulau Timor
  • Dialek Melayu Papua : Papua, Papua Barat
  • Dialek Melayu Makassar (mfp) : Sulawesi Selatan
Dari sinilah asal mula bahasa Melayu dipergunakan oleh masyarakat Indonesia Timur, terlebih lagi pada abad ke-16, Portugis menjajah Maluku sehingga cukup banyak kosa-kata bahasa Portugis masuk ke dalam bahasa Melayu Ambon. Terakhir bangsa Belanda masuk ke Maluku, sehingga ada cukup banyak, kata serapan dari bahasa Belanda yang diterima menjadi kosakata dalam bahasa Melayu Ambon. Pada zaman Belanda inilah, bahasa Melayu Ambon dipakai sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, di gereja-gereja, dan juga dalam terjemahan beberapa kitab dari Alkitab.

Setelah Bahasa Indonesia baku mulai diajarkan di sekolah-sekolah di Maluku, maka ia mulai mempengaruhi bahasa Melayu Ambon sehingga sejumlah kata diserap dari bahasa Indonesia baku ke dalam bahasa Melayu setempat, tentu saja disesuaikan dengan logat setempat. Pada awalnya misionaris Belanda menerjemahkan injil dalam Bahasa Melayu dan dibawa ke Ambon. Disini para penduduk yang bisa menghafal injil itu kemudian dibaptis, dan terus dibimbing dalam bahasa Melayu. Bahasa ini dibawa kemungkinan dari Malaka, karena pada masa itu sudah ada kegiatan dagang antara Malaka dan Maluku. Pada awalnya, bahasa Melayu ini hanya dalam bentuk pasaran yang kemudian menjadi bahasa tutur anak-anak generasi selanjutnya. menjadi bahasa ibu bagi masyarakat Kristen Ambon dan sebagian kecil Muslim Ambon. Sedangkan kebanyakan masyarakat Muslim Ambon masih mempunyai bahasa daerah sendiri yang disebut bahasa tanah.

Jadi sudah jelas bukan, mengapa penggunaan kata ganti orang : Beta (Saya) yang sejatinya adalah bahasa Melayu, dan akibat dari pengaruhnya juga dipergunakan oleh saudara-saudara kita yang berada di Indonesia bagian timur. Berikut ini kami berikan sedikit contoh penggunaan kata "Beta" dalam dialek Melayu dan dialek Melayu Ambon Maluku :

Dalam Bahasa Melayu :
"Bukan beta bijak berlagu. Dapat melemah bingkaian pantun. Bukan beta berbuat baru. Hanya mendengar bisikan alun" ROESTAM EFENDY DENGAN PUISI “ BUKAN BETA BIJAK BERPERI “

Dalam Bahasa Melayu Ambon :
Beta pung buku = Buku saya / aku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar